Masjid Agung Banten

Masjid Bersejarah Perpaduan Tiga Kultur

masjid agung banten depan

Masjid Agung Banten didirikan pada masa Sultan Maulana Hasanuddin, sultan pertama Kesultanan Demak, yang merupakan putra pertama Sunan Gunung Jati. Masjid ini merupakan satu dari sepuluh masjid tertua di Indonesia.

masjid agung banten Di antara masjid-masjid tua di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Masjid Agung Banten memiliki ciri yang cukup mencolok, yakni pada bentuk menara masjid yang menyerupai mercusuar. Kala itu, kebanyakan masjid di Nusantara belum memiliki menara karena bukan merupakan tradisi pelengkap masjid di Jawa.

Perbedaan lainnya adalah letak masjid. Pada umumnya, masjid tua di Pulau Jawa berada di sisi barat, namun Masjid Agung Banten terletak di sisi utara. Adapun di sebelah baratnya terdapat makam Syarif Husein yang merupakan penasihat Maulana Hasanuddin.

Tata bangunan masjid mendapat pengaruh dari tiga arsitek yang memiliki latar belakang berbeda. Arsitek pertama adalah Raden Sepat yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Raden Sepat juga terlibat dalam pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Ciptarasa Cirebon.

Arsitek kedua berasal dari negeri Cina, yakni Tjek Ban Tjut. Arsitek ini memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid bersusun lima layaknya pagoda Cina. Tjek Ban Tjut memperoleh gelar Pangeran Adiguna sebagai penghargaan atas jasanya dalam membangun masjid.

Arsitek ketiga adalah seorang Belanda yang kabur dari Batavia ke Banten, Hendrik Lucaz Cardeei. Arsitek berstatus mualaf tersebut memberikan pengaruh pada bentuk menara layaknya mercusuar di Negeri Kincir Angin. Lucaz pun mendapat gelar kehormatan Pangeran Wiraguna. Menara tersebut berfungsi sebagai menara pandang atau pengamat ke lepas pantai s e r t d digunakan untuk menyimpan senjata dan amunisi pasukan Banten.

Masjid Agung Banten memiliki banyak makna filosofis pada setiap detailnya. Enam pintu masjid menggambarkan rukun iman. Pintu masuk tersebut sengaja dibuat pendek sehingga memaksa pengunjung merunduk sebagai simbol ketundukan kepada Sang Pencipta. Adapun tiang masjid terdiri dari 24 buah sebagai simbol waktu 24 jam.

Elemen unik lainnya adalah umpak dari batu andesit berbentuk labu berukuran besar dan beragam di setiap dasar tiang masjid. Yang berukuran terbesar dengan garis labu terbanyak adalah umpak pada empat tiang soko guru di tengah-tengah ruang shalat.

Di bagian depan ruang utama terdapat mimbar besar antik yang penuh motif hias dan kombinasi warna. Mimbar ini dinaungi atap bergaya Cina. Mihrab yang menjadi tempat iman- memimpin shalat justru bertolak belakang dengan mimbar yang sanga: menyedot perhatian. Mihrab hama berbentuk ceruk berukuran sangat keci’. sempit, dan sederhana.

Selain sebagai objek wisata ziarah. Masjid Agung Banten juga menjacr objek wisata pendidikan dan sejarar. Dengan mengunjungi masjid ini. wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah kerajaan Isla~ di Banten pada abad ke-16 M yang memadukan gaya arsitektur Hindu Jav, a. Cina, dan Eropa.

masjid agung banten