Masjid Baitul Muslimin

Berbenah Diri Demi Umat

masjid baitul musliminn banten

Banten selain dikenal dengan kesenian debusnya, juga dikenal karena banyak memiliki tempat-tempat bersejarah Islam yang dijadikan obyek wisata, antara lain: Batu Qur’an, Sumur Tujuh, Caringin, Cikadueun, dan Karang Bolong. Tempat-tempat tersebut awal mulanya terbentuk ketika rakyat Banten sedang gigih-gigihnya melawan penjajah VOC sekitar tahun 1883, bertepatan dengan meletusnya Gunung Krakatau di Selat Sunda. Menurut sejarah, akibat letusan gunung tersebut, rakyat Banten mengalami penderitaan yang begitu berat. Belum lagi penjajah yang menindas dan bertindak seperti binatang. Bahkan, getaran dan debu, serta asap letusan Gunung Krakatau sampai ke luar negeri.

Selain tempat-tempat bersejarah tersebut, di Banten juga banyak terdapat masjid bersejarah, salah satunya Masjid Baitul Muslimin. Masjid ini merupakan salah satu masjid bersejarah dan terbesar setelah Masjid Agung Banten, letaknya hanya beberapa puluh kilo meter sebelahbarat Keraton Banten, tepatnya di pinggiran jalan raya Jakarta-Merak, Kecamatan Kramat Watu, Kabupaten Serang, Banten.

Masjid Baitul Muslimin pada awalnya hanya sebuah mushala kecil yang dibangun pada tahun 1925 atas prakarsa almarhum K.H. Marid, seorang tokoh ulama setempat. Sebelum mengalami beberapa kali renovasi, masjid ini dijadikan tempat perkumpulan masyarakat Kramat Watu dalam mengusir sisa-sisa penjajah di daerah Banten.

Karena letaknya di jalan raya danberdekatan dengan Pasar Kramat, masjid ini tidak pemah sepi dari jamaah. Lebih-lebih setelah pasca Perang Kemerdekaan, banyak wisatawan yang yang beristirahat di masjid ini, terutama mereka yang sehabis melakukan kunjungan ke daerah Pantai Karang Bolong yang terbentuk akibat letusan Gunung Krakatau.

Perluasan

Pesatnya pembangunan danbertambahnya tempat-tempat wisata di daerah Banten, terutama di bagianbarat, seperti adanya PT Krakatau Steel, Pantai Matahari, Salira Indah, dan Pantai Anyer, membuat Masjid Baitul Muslimin semakin penuh dengan jamaah. Apalagi pada hari Minggu dan hari libur lainnya.

Jamaah masjid ini kebanyakan mereka yang sehabis melakukan kunjungan ke daerah Pantai Karang Bolong. “Karena tiap hari jumlah jamaah semakin banyak, akhimya dengan kesepakatanbersama antara pengurus, masjid ini bentuk fisiknya diubah total. Yang tadinya hanya
dapat menampung beberapa ratus jamaah, ditambah menjadi dua lantai dan diperbesar ukurannya hingga bisa menampung ribuan jamaah,” tutur H. Syahruddin salah seorang panitia pembangunan masjid, ketika ditemui di rumahnya di samping masjid.

Selanjutnya, masjid ini dirombak total bentuknya pada tahun 1992 dengan dan khususnya dari partisipasi masyarakat Kramat Watu dan sekitarnya. Dana yang dihabiskan untuk pembangunan masjid ini kurang lebih Rp700 juta.

H. Syahruddin juga menjelaskan tujuan dirombaknya masjid ini selain untuk mengisi pembangunan spiritual di Banten khususnya, juga untuk menjaring umat dalam meningkatkan ibadahnya kepada Allah SWT, serta demi menjaga citra daerah Banten yang dikenal dengan masyarakat yang religius.

Bangunan masjid itu rampung setelah dua tahun dari saat dimulainya perombakan. Tepatnya tanggal 3 September 1994 Masjid Baitul Muslimin diresmikan oleh wakil Gubemur Jawa Barat, H.M. Sampoerna.

Keberadaan Masjid Baitul Muslimin hingga sekarang dapat dijadikan sebagai tempat beristirahat para wisatawan muslim yang datang dari luar daerah. Begitu juga kegiatan taklim dan pengajian di masjid ini tidak pernah sepi, hampir setiap waktu terdengar suara ibu-ibu dan anak-anak remaja membaca shalawat, sehingga suasana Pasar Kramat Watu yang berdekatan dengan masjid semakin ramai.