Masjid Agung Jami’ Malang
Paduan Gaya Arsitektur Jawa dan Arab
Eksistensi kota Malang sebagai wilayah yang religius tidak terbantahkan. Motto kota penghasil apel tersebut jelas menegaskan hal tersebut, “Malang Kucecwara”, yang berarti Tuhan menghancurkan yang bathil, menegakkan yang benar.
Keberadaan Masjid Agung Jami’ Malang tepat di depan alun-alun yang merupakan jantung kota semakin menegaskan citra religius tersebut. Masjid yang sudah berumur lebih satu abad tersebut merupakan simbol ketaatan masyarakat Malang kepada Yang Mahakuasa.
Masjid Agung Jami’ dibangun dalam dua tahap. Tahap pertama dibangun tahun 1890 M, kemudian tahap kedua dimulai pada 15 Maret 1903 dan selesai pada 13 September 1903. Masjid ini berbentuk bujur sangkar berstruktur baja dengan atap tajug tumpang dua. Sampai saat ini, bangunan aslinya masih dipertahankan.
Bangunan megah Masjid Agung Jami’ Malang dipengaruhi dua gaya arsitektur, yaitu Jawa dan Arab. Gaya arsitektur Jawa terlihat pada adanya empat tiang utama penyangga masjid dengan konsep soko guru, sedangkan arsitektur Arab terlihat pada bentuk kubah menara masjid serta konstruksi lengkung pada bidang-bidang bukaan.
Keseluruhan bangunan masjid terlihat sangat cerah dan bersih karena dilapisi oleh cat berwarna putih dengan aksen hias hijau muda. Penempatan dua menara besar yang menjulang tinggi menyatu dengan bangunan utama mengingatkan pada bentuk masjid- masjid di Turki.
Jika di bagian luar masjid terlihat pengaruh unsur modern, di dalam sebaliknya. Dominasi material kayu pada jendela, pintu, dan plafon, ditambah dengan aksen rangka kayu pada plafon mengesankan gaya ruang tradisional.
Keberadaan empat tiang besar yang terbuat dari kayu jati dan 20 tiang yang membentuk kolom-kolom semakin mempertegas kesan tradisional Jawa. Gaya ini terlihat sangat padu dengan dinding mihrab dari batu alam berwarna putih.
Masjid menggunakan konsep perbedaan ketinggian dalam menentukan kesakralan area. Hal ini tersirat dari adanya perbedaan peil lantai yang terlihat mencolok. Bagian lantai bangunan yang sakral dibuat dengan tinggi sekitar 105 cm dari muka tanah bangunan di sekitarnya.
Adapun bagian mihrab yang dinilai lebih sakral lagi, didesain dengan peil lantai yang lebih tinggi lagi. Tepat di belakang mihrab terdapat beberapa makam leluhur pendiri masjid.
Sisi tradisional masjid saat ini berpadu dengan ragam aktivitas modern. Selain menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan, Masjid Agung Jami’ Malang juga memiliki sebuah stasiun radio bernama Madina FM dan website untuk mendukung fungsi dakwah masjid.