Masjid Sunan Giri Gresik
Dikelilingi 300 Makam
Kehadiran masjid ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah penyebaran agama Islam di daerah Gresik, terutama yang dilakukan oleh Raden Ainul Yaqin alias Raden Paku, salah seorang dai Wali Songo yang bergelar Sunan Giri. Ia mendapat gelar Sunan Giri karena menempatkan lokasi masjid dan pesantrennya di sebuah daerah perbukitan yang cukup tinggi yang dalam bahasa Jawa disebut Giri yang berarti gunung.
Memang benar. Untuk mencapai lokasi masjid itu kita harus menapaki jalan mendaki sejauh kurang lebih satu kilo meter. Cukup melelahkan. Tetapi, bagi mereka yang tidak kuat jalan kaki, tersedia andong (delman) yang tarifnya Rp500,00 per orang. Ojek sepeda motor pun akan siap mengantar Anda ke lokasi dengan tarif yang sama.
Memasuki lokasi masjid, kita dihadang oleh sekitar enam blok pemakaman yang terletak di kiri dan kanan pintu gerbang, juga di sisi tangga menuju masjid. Sedangkan, makam utama tempat Sunan Giri dimakamkan terletak di areal sebelah kiri masjid. Kalau mau dihitung barangkali ada sekitar 300 makam di sekitar kompleks Sunan Giri itu. Bentuk nisannya nyaris sama dan tanpa nama. Terbuat dari watu hitam ‘batu, hitam’ yang banyak digunakan untuk membuat candi atau arca di zaman kejayaan Hindu dan Budha.
Masjid Sunan Giri yang kita saksikan hari ini memang bukan masjid asli yang dibangun oleh Sunan Giri. Masjid yang dibangun aslinva terbuat dari kayu. Sedangkan, kita saksikan hari ini sudah terbuat dan tembok beton permanen. Tetapi, bentuk arsitekturnya mendekati bentuk masjid lama (aslinya) yang didirikan oleh Sunan Giri pada tahun 1544 masehi. Karena perkembangan zaman dan kondisi masjid yang semakin lapuk maka pada tahun 1857, ketika masjid ini berusia sekitar 313 tahun, dilakukan renovasi atau perbaikan yang pertama. Untuk selanjutnya tidak tercatat sudah berapa kali dilakukan renovasi. Yang paling akhir adalah renovasi yang dilakukan pada tahun 1982. Peresmiannya dilakukan oleh bupati KDH Tingkat II Gresik pada tanggal 17 Desember 1982.
Monumen Sejarah
Seperti lazimnya masjid-masjid tua di seluruh Nusantara maka masjid Sunan Giri ini pun memiliki bentuk kubah yang khas, yaitu kubah atap limas dengan tiga undakan. Bentuk kubah seperti ini mengingatkan kita pada kubah Masjid Demak sebagai masjid pertama yang dibangun oleh para wali di Tanah Jawa. Tidak heran, karena memang ada hubungan antara Demak dan Sunan Giri.
Sebagai peninggalan sejarah, masjid ini oleh pemerintah Hindia
Belanda didaftar dalam “monumenten ordonantie” dengan nomor staat blaad 238 pada tahun 1931. Sekarang berada di bawah pengawasan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Dekdikbud.
Meskipun peninggalan sejarah, tetapi sebagai rumah ibadah, masjid ini tetap ramai dikunjungi jamaah untuk shalat rawatib (shalat lima waktu) maupun shalat Jumat, bahkan pada bulan-bulan besar, seperti bulan Muharam, Dzulhijjah, dan Rabi’ul Awal (maulid), masjid ini ramai dikunjungi peziarah dari luar Jawa, seperti Sumatra dan Kalimantan.
Pada saat ini, pesantren yang pernah dibangun Sunan Giri memang sudah tidak ada lagi. Sebagai gantinya diselenggarakan kegiatan-kegiatan pengajian dalam wadah majelis taklim, seperti masjid taklim kaum ibu/bapak, termasuk pengajian untuk anak-anak dan remaja.