Masjid At Tin
Keanggunan Sebuah Kenangan
Posisi tepat di sebelah kawasan wisata legendaris Taman Mini Indonesia Indah, tidak membuat Masjid At Tin kehilangan pamor. Masjid yang dibangun Yayasan Ibu Tien Soeharto tersebut justru menjadi ikon wisata rohani di wilayah Jakarta Timur.
Tidak salah jika mengaitkan nama At Tin dengan nama (almh) Ibu Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto atau dikenal dengan Ibu Tien Soeharto, istri mantan Presiden Soeharto. Masjid tersebut memang dibangun oleh keluarga besar Soeharto untuk mengenang mantan ibu negara yang meninggal pada tahun 1996 tersebut.
Namun di luar itu, nama At-Tin sendiri memiliki makna yang mendalam. At-Tin adalah surat ke-95 dalam Al-Quran. Surat yang merupakan wahyu ke-27 yang diterima Nabi Muhammad Saw. itu merujuk pada nama sebuah buah, yaitu buah tin. Daun buah ini konon dijadikan penutup aurat Adam dan Hawa ketika mereka diturunkan ke muka bumi akibat mencicipi buah terlarang di surga.
Nama At Tin juga selalu ada dalam hikayat-hikayat para nabi besar, seperti nama bukit tempat perahu Nabi Nuh a.s berlabuh, juga tempat Nabi Ibrahim a.s mendapatkan wahyu pertama.
Secara keseluruhan, bangunan Masjid AtTin mengambil dasar bentuk kubus dengan empat menara kecil beratap kubah di setiap sudut. Menara utama setinggi 42 meter sebagai tempat menyiarkan suara azan terpisah dari bangunan utama.
Di sekeliling bangunan utama tampak taman yang dihiasi lampu dan pohon palem yang diatur membentuk satu deret lurus antar-ornamen. Suasana ala Timur Tengah cukup terasa di area taman. Selain itu, selasar-selasar panjang yang menjadi akses masuk ke dalam masjid, dihiasi lampu dinding berwarna-warni di setiap tiang, sehingga semakin melengkapi keindahan bagian luar masjid.
Bagian dalam masjid terdiri dari tiga lantai. Di lantai pertama terdapat plaza sebagai akses masuk ke ruang serbaguna, serta tangga menuju ruang utama dan ruang fungsional yang digunakan untuk keperluan kesekretariatan dan tempat wudhu. Naik ke lantai dua, dinding yang terbuat dari kayu jati berukir indah menjadi pemandangan dominan. Dinding yang dapat digeser tersebut merupakan batas yang mengelilingi ruang utama sekaligus pintu ruang itu.
Memasuki ruang utama, suasana lega dan megah akan sangat terasa. Penataan ruang ini memang merupakan ciri khas sang arsitek, Ahmad No’eman, yakni ruang shalat yang bebas kolom sehingga terasa sangat lapang. Di bagian muka, dinding berwarna hijau dengan aksen detail ukiran bentuk geometris khas seni Islam yang membentuk panah ke atas, semakin menegaskan kemegahan arsitektur ruangan ini.
Bentuk panah ke atas tersebut juga terlihat di beberapa ornamen bangunan, antara lain hiasan kaca patri yang menyebar di dinding masjid hingga aksen dinding luar. Panah ke atas ini bermakna hubungan antara manusia dengan penciptanya, mengingatkan manusia untuk selalu bersyukur atas nikmat dan berkah yang telah dilimpahkan oleh Allah Swt.
Bagian dalam kubah terbuat dari materi kaca patri yang membentuk garis lingkar dan bentuk geometris indah lainnya. Kaca ini menembuskan sinar matahari, sehingga kubah seakan-akan memancarkan sejenis lampu yang sangat indah. Sebuah mahakarya yang luar biasa.