Masjid Agung Khaera Ummah
Simbol Pemersatu di Lingkungan yang Eksotis
Sebagian masyarakat menyebutnya Masjid Raya Kolaka. Namun, nama resmi yang disematkan bertepatan dengan pemancangan tiang pertama masjid adalah Masjid Agung Khaera Ummah. Masjid yang berada di tepi Laut Kolaka tersebut merupakan ikon kabupaten.
Uniknya, lokasi tepian laut yang membuat pemandangan masjid begitu eksotis tersebut sebelumnya adalah area ekosistem pohon bakau. Oleh karenanya, dalam proses pembangunan masjid dilakukan penimbunan area laut sedalam 10 meter sebagai tahap awal.
Pembangunan di laut tersebut juga membawa konsekuensi keunikan lainnya. Pondasi masjid terbuat dari batu karang, bahkan dua di antara delapan tiang utama masjid dipancangkan sebelum penimbunan dilaksanakan. Ini berarti tiang tersebut menembus dasar laut.
Masjid didominasi oleh warna putih di sekujur bangunan dan delapan kubahnya. Warna yang melambangkan kesucian tersebut terlihat sangat padu dengan nuansa warna laut di sekitar masjid.
Jika bagian luar terkesan minimalis dengan penggunaan warna putih tanpa banyak detail aksen, maka di bagian dalam justru sebaliknya. Penggunaan aneka warna, baik yang berasal dari cat pada dinding dan tiang maupun material marmer pada sebagian detail bangunan, membuat masjid terlihat semarak.
Salah satunya pada dinding depan masjid yang dilapisi marmer beraksen garis batu alam. Dinding berkombinasi warna krem dan cokelat tua itu tampak “bertabrakan” dengan pigura relung mihrab hijau cerah dengan aksen garis diagonal silang putih. Hasilnya, mihrab terlihat sangat menonjol.
Bagian plafon di bawah atap kubah juga berwarna cerah. Paduan biru langit dengan aksen kaligrafi jingga dan lafaz Allah yang tepat berada di tengah membuat tampilan plafon menjadi sangat menarik.
Bagian dalam masjid terasa sangat lapang. Meskipun ruang utama ibadah ini terdiri dari dua lantai, namun lantai atas yang biasa digunakan untuk jamaah wanita didesain hanya mengelilingi lantai bawah layaknya mezzanine.