Masjid Agung Palembang
Peninggalan Sejarah, Ikon Kota Palembang
Masjid Agung Palembang adalah salah satu peninggalan Kesultanan Palembang. Pendirinya adalah Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikramo. Pembangunan masjid ini memakan waktu 10 tahun, dari tahun 1738 sampai 1748. Peletakan batu pertama pembangunan masjid dilakukan pada 1 Jumadil Akhir 1151 H (1738 M). Masjid ini pertama kali diresmikan pemakaiannya pada 26 Mei 1748.
Pada awal pembangunannya, masjid yang semula bernama Masjid Sultan ini tidak mempunyai menara. Menara masjid baru dibangun pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (1758-1774). Letaknya agak terpisah di sebelah barat dan berbentuk seperti menara kelenteng dengan detail atap yang berujung melengkung. Bagian luar badan menara dikelilingi oleh teras berpagar.
Setelah terjadi perang besar pada tahun 1819 dan 1821, pemerintah kolonial Belanda merombak masjid ini. Selanjutnya, perombakan dilakukan pada tahun 1893, 1916, 1950-an, dan 1970-an. Yang terakhir kali dilakukan secara besar-besaran pada era Gubernur Sumatra Selatan, H. Rosihan Arsyad (1998-2003).
Bentuk masjid yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Agung ini, jauh berbeda dari bentuk awalnya. Yang terlihat paling mencolok adalah perubahan bentuk menara. Pada renovasi tahun 1970-an, menara ala bangunan klenteng dirobohkan dan diganti dengan yang ada saat ini.
Secara keseluruhan bentuk masjid saat ini dipengaruhi oleh berbagai gaya arsitektur, mulai dari arsitektur Melayu khas Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, hingga arsitektur Eropa yang dapat dilihat di pintu masuk gedung baru masjid yang besar dan tinggi. Selain itu, terdapat pula pengaruh arsitektur Cina di bagian masjid utama yang beratap seperti kelenteng.
Masjid ini memiliki beberapa keunikan seperti 16 tiang yang terdiri dari empat tiang soko guru dan 12 tiang penopang atap. Adapun bentuk masjid segi delapan menyimbolkan budaya Melayu dengan delapan ketentuan hukum adat yang disebut Pucuk Carakangan, yaitu:
- Sambung Salah, larangan yang menyangkut masalah perzinaan.
- Siak Bakal, larangan membakar harta orang lain.
- Upih Racun, larangan meracun orang lain hingga menyebabkan kematian.
- Tikam Bunuh, larangan membunuh hewan peliharaan.
- Maling Curai, larangan mencuri.
- Kebut Rampak, larangan merampas atau mengambil barang milik orang lain secara paksa.
- Dago Dagi, larangan mengancam atau menantang orang lain berkelahi.
- Umbak Umbai, larangan merayu istri atau anak gadis orang dengan jalan menipunya untuk berbuat yang tidak baik.
Masjid Agung merupakan masjid tua yang sangat penting dalam sejarah Palembang. Masjid yang berusia sekitar 259 tahun ini terletak tak jauh dari Jembatan Ampera. Masjid dan jembatan itu telah menjadi landmark kota Palembang hingga sekarang.