Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten yang didirikan oleh Sultan Maulana Hasanudin atau putera dari Sunan Gunung Jati, meskipun telah berumur lebih dari 4 abad (didirikan pada kisaran tahun 1560-1570), nampak masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Seperti juga mesjid-mesjid lainnya, bangunan induk mesjid berdenah segi empat. Atapnya merupakan atap bersusun lima dengan bagian kiri dan kanannya terdapat masing-masing serambi. Agaknya serambi ini dibangun pada waktu kemudian. Didalam serambi kiri, yang merupakan bagian utara dari mesjid, terdapat makam-makam dari beberapa sultan Banten dan keluarganya, diantaranya makam Maulana Hasanuddin dan isterinya, Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Abu Nashr Abdul Qahhar. Sedangkan didalam serambi kanan, yang terletak di selatan, terdapat pula makam-makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul ‘Abidin dan lain-lainnya. Pada bagian tangga pada masdjid itu memiliki model menyerupai goa, yang menurut sejarah pembangunannya dilakukan atas bantuan seorang arsitektur asal Mongolia bernama Cek Ban Cut.
Pada sisi timur dari mesjid tersebut terdapat menara yang berdiri dengan ketinggian +/- 30 meter dengan diameter bagian pangkalnya +/- 10 meter. Menara ini dulunya selain sebagai tempat untuk mengumandangkan azan juga digunakan untuk melihat/mengawasi perairan laut. Konon menara ini dibangun semasa kekuasaan Sultan Haji pada tahun 1620 oleh seorang arsitek Belanda, Hendrik Lucazoon Cardeel. Pada waktu itu, Cardeel memang membelot ke pihak Banten, dan kemudian dianugerahi gelar Pangeran Wiraguna.
Di bagian dalam menara tersebut terdapat sebuah tangga untuk menuju bagian atasnya. Tangga tersebut melingkari menara pada bagian tepi dalamnya dengan lorong sempit yang hanya cukup dilewati oleh satu orang saja. Bahkan bila anda memiliki ukuran tubuh yang gemuk/besar, bisa dipastikan tidak akan bisa melewatinya. Dari bagian atas menara ini, kita dapat melihat pemandangan disekitar mesjid termasuk lautan lepas dengan perahu-perahu nelayannya. Jarak antara menara ini dengan pantai tidaklah jauh yakni kurang lebih 1,5 km, sehingga cukup jelas untuk memantau kesibukan di perairan laut banten.
Bagian Selatan dari Mesjid Agung Banten terdapat bangunan yang dinamakan Tiyamah. Bentuknya berupa segiempat panjang dan bertingkat. Bangunaan ini mempunyai langgam arsitektur Belanda kuno dan menurut sejarah didesain pula oleh Lucazoon Cardeel. Dahulu bangunan ini dipergunakan sebagai tempat musyawarah dan berdiskusi tentang soal-soal keagamaan.
Kesultanan Banten memang menempatkan Islam sebagai landasan kehidupan politik kerajaan. Dalam hal ini Islam menjadi alat legitimasi atas kekuasaan penguasa, serta menjadi simbol identitas. Meskipun Islam mendominasi kehidupan politik dan kebudayaan di kesultanan banten, namun tidak menutup kemungkinanan agama lain menjalankan ritualnya disana. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan kelenteng yang merupakan pusat peribadatan etnis cina pada masa tersebut.
Dengan kata lain, Mesjid Agung Banten memang sarat dengan nuansa keagamaan Islam yang telah dipadu dengan budaya Barat dan Cina pada arsitektur bangunannya. Dengan adanya makam-makam kuno kesultanan Banten nampaknya semakin menjadikan mesjid ini ramai dikunjungi untuk wisata ziarah terutama dihari-hari libur maupun dihari-hari besar umat Islam lainnya.