Masjid Teungku Andjong
Markas Penyebaran Islam Aceh
Sejarah mencatat, agama Islam masuk ke wilayah Aceh antara lain melalui pedagang-pedagang Arab. Sambil berniaga mereka mengem¬bangkan agama Islam yang ternyata diterima oleh penduduk setempat. Bahkan di kemudian hari, perkembangan Islam di daerah ini tercatat paling cepat berkembang. Ini tentu saja tidak terlepas dari sikap para pedagang yang arif lagi bijaksana.
Tersebutlah seorang Raja Aceh yang cukup terkenal dengan nama Sultan Alaidin Mahmud Syah. Ia hidup di abad ke-12 Hijriah (abad 18 M). Oleh masyarakat Banda Aceh, ia dikenal sebagai raja yang arif dan berpengetahuan tinggi terutama dalam hal-hal yang menyangkut hukum Islam.
Kedatangan ulama ke suatu daerah ibarat seberkas sinar yang menyinari sekelilingnya. Sehingga, yang redup akan menjadi cerah, yang gelap akan menjadi benderang, bahkan akan menjadi tuntunan bagi masyarakat dalam mengatur tata hidup untuk mencapai kesejahteraan lahir batin, baik dunia maupun akhirat.
Sebelum Islam datang ke Tanah Air ini, kebudayaan daerah se¬tempat telah berabad-abad lamanya dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha. Tetapi, dengan masuknya ulama ke suatu daerah, satu per satu daerah itu mengalami peleburan kepercayaan dan keyakinan baru, yaitu agama Islam.
Begitu pula kondisi agama di Kelurahan Peulanggahan, Banda Aceh, belum sempurna sebagaimana hukum dan akidah yang hakiki. Namun, setelah Peulanggahan kedatangan Syekh Abubakar bin Husin Bafaqih yang datang dari Arab Saudi (Hadhramaut) masyarakatnya mulai mengubah sikap negatif ke sikap positif, dinamis, dan agamis.
Hal itu dapat terjadi karena tidak saja pendatang tersebut lebih pandai, tetapi dia juga bijaksana, terbuka dalam memimpin dan mau memahami sifat-sifat pengikutnya, ditambah lagi dia mau bersedia mengorbankan harta, tenaga, pikiran, bahkan dia sendiri yang langsung menjadi gurunya.
Dia bukan saja sebagai ulama yang zuhud, tetapi ia juga seorang ulama modern. Dalam mengembangkan ajaran Islam, dialah yang menyediakan sarananya. Rumahnya yang terbuat dari pelepah daun, dijadikan asrama untuk bermalam para muridnya dalam memperdalam agama Islam. Kian hari rumahnya kian sempit dan akhirnya dia tidak sanggup menampungnya.
Mendirikan Masjid
Melihat perkembangan yang cukup menggembirakan itu maka Syekh Abubakar pun tergerak hatinya untuk membangun masjid. Masjid tersebut bukan saja digunakan untuk tempat melakukan shalat rawatib (lima waktu), tetapi juga digunakan untuk bermusyawarah yang langsung dipimpinnya.
Karena itu, wajar jika kemudian pengikutnya amat menyayangi dan hormat kepadanya. Begitu hormatnya masyarakat Peulanggahan kepada Syekh Abubakar, sampai-sampai dia tidak dipanggil berdasar¬kan namanya, tetapi dengan panggilan “Teungku Andjong” yang berarti ‘disanjung’ atau ‘dimuliakan’. Ini sudah menjadi tradisi masyarakat Aceh jika menemui orang mulia atau terhormat langsung tidak lagi dipanggil namanya. Seperti Teungku Haji Saman, yang akhirnya lebih dikenal dengan nama Teungku Cik Di Tiro.
Dalam catatan sejarah, Syekh Abubakar, yang meninggal tahun 1782 M, adalah seorang ulama besar yang banyak sekali jasanya dalam mengembangkan agama Islam di wilayah Banda Aceh, khususnya di daerah Peulanggahan. Bahkan, menurut cerita orang-orang Aceh, banyak peninggalan Syekh Abubakar yang masih dapat dimanfaatkan oleh masyarakat muslim Aceh hingga sekarang. Peninggalannya antara lain sebuah rumah besar dan sebuah Masjid “Teungku Andjong” yang terletak di Peulanggahan, Banda Aceh. Bahkan, ada pula peninggalan berupa tanah waqaf seperti yang terdapat di kelurahan Merduati, Lampaseh, dan Kabupaten Pidie.
Menurut catatan Departemen Agama, semua sarana fisik yang dibina Teungku Andjong mempunyai memberi semangat juang yang tangguh. Di zaman mempertahankan kemerdekaan, Masjid Teungku Andjong dijadikan markas oleh laskar pejuang kemerdekaan Indonesia sebagai markas pertahanan dalam menghadapi penjajah Belanda.
Teungku Andjong, di samping sebagai seorang ulama, juga dikenal sebagai seorang arsitek. Karenanya, masjid dan rumahnya pun bergaya Timur Tengah, sesuai dengan daerah asalnya. Karena begitu terkesannya masyarakat Peulanggahan dengan kearifan Syekh Abubakar bin Husin Bafaqih, ia pun diberi predikat ‘Teungku Andjong”. Masyarakat Peulanggahan juga memandang begitu berperannya Syekh Abubakar dalam penyebaran agama Islam maka sebutan yang diberikan masya-rakat Aceh kepadanya kemudian diabadikan untuk menamai sebuah masjid yang berhasil ia dirikan.