Masjid Sunan Kalijaga Kadilangun
Mengilhami Bentuk Masjid Agung Demak
Nyaris ada yang terlewatkan dari pengamatan, ketika kita berusaha mencoba melacak dan menginventarisasi masjid-masjid bersejarah yang sangat berperan dalam penyebaran dan pengembangan agama Islam di Tanah Air, yakni keberadaan Masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Memang, keberadaan bangunan suci yang satu ini seperti tenggelam oleh nama besar Masjid Agung Demak, sehingga jarang dibicarakan dalam sejarah. Tetapi, kalau kita amati dan cermati dari prasasti yang ada, peran masjid ini dalam penyebaran dan pengembangan agama Islam, terutama di tanah Jawa, tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan masjid-masjid bersejarah lainnya.
Masjid Sunan Kalijaga lokasinya berada di Desa Kadilangu, Demak, hanya beberapa meter di sebelah timur Kompleks Makam Sunan Kalijaga dan keluarganya di Kadilangu—makam istri dan ayahnya (Raden Wilotikto).
Tidak diketahui secara pasti tanggal dan tahun pendirian masjid kuno ini, termasuk tokoh yang mendirikannya. Tetapi, dari prasasti yang ada dan tersimpan di masjid, diketahui bahwa Masjid Sunan Kalijaga direnovasi pertama kali pada tahun 1564 M oleh Pangeran Wijil.
Hanya saja Pangeran Wijil yang mana yang dimaksud, karena dalam sejarah dikenal ada lima orang Pangeran Wijil dari I sampai V. Semuanya merupakan penerus Sunan Kalijaga di daerah Kadilangu dan sekitarnya. Yang menarik dari sumber keyakinan masyarakat Kadilangu dan sekitarnya bahwa Masjid Sunan Kalijaga semula adalah langgar (surau/ mushala) yang dibuat oleh Sunan Kalijaga sebelum ia mendirikan Masjid agung Demak.
Menurut cerita orang tua terdahulu, diyakini bahwa cikal bakal berdirinya bangunan Masjid Agung Demak diilhami bangunan langgar ini. Masjid Sunan Kalijaga ini lebih dahulu berdiri daripada Masjid Agung Demak. Baru pada zaman Pangeran Wijil, langgar Sunan Kalijaga itu dikembangkan menjadi sebuah masjid karena tuntutan jumlah jamaah. Sejak berdirinya hingga sekarang, masjid dengan bangunan induk yang asli berukuran 10 x 16 m ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan pada pemugaran karena tuntutan zaman dan jumlah jamaah yang semakin membludak. Perbaikan yang dilakukan secara besar-besaran dilakukan pada tahun 1970 dengan menambah beberapa bangunan serambi yang cukup luas.
Meski telah beberapa kali mengalami perbaikan, namun bangunan induk yang asli tidak pernah diubah, masih tetap dipertahankan keasliannya. Lebih-lebih keberadaan keempat tiang penyangga utama bangunan (sokoguru) yang oleh masyarakat setempat masih dikeramatkan dan masih berdiri kokoh menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kadilangu dan sekitarnya. Keempat sokoguru itu terbuat dari kayu jati pilihan.
Pada tahun 1990, pengurus Masjid Sunan Kalijaga kembali melakukan pembangunan fisik meliputi tempat shalat dan tempat wudhu putri yang terpisah dengan pria.
Masjid ini berdiri di tengah-tengah masyarakat santri dan sudah tentu syiar masjid ini sangat membanggakan. Ini terlihat dari kegiatan pengajian yang marak di masjid ini. Juga pendidikan Madrasah Diniyah dan TPA tidak ketinggalan melengkapi kemakmuran masjid “langgar”nya Sunan Kalijaga ini.