Masjid Jami Ambon

Wakaf dari Seorang Janda

Masjid Jami ambonMasjid Jami Ambon didirikan pada tahun 1860 M di atas tanah wakaf yang diberikan oleh seorang janda bernama Kharie. Pada awalnya, masjid ini hanya berdinding dan beratapkan daun rumbia (pohon aren, enau) dengan tiang kayu. Masjid yang sedemikian kecil itu ternyata tidak mampu lagi menampung jamaah karena pemeluk agama Islam semakin bertambah di pulau ini sehingga pada tahun 1898 dibangunlah sebuah masjid baru di atas lokasi masjid lama, yang bentuknya lebih besar, serta beratap seng.

Pada tahun 1933, kota Ambon dilanda banjir akibat meluapnya Sungai Wai Batu Gajah. Sedemikian dahsyatnya banjir tersebut sehingga menghanyutkan rumah-rumah penduduk di kiri dan kanan sungai tersebut. Termasuk masjid yang berbentuk semi permanen ini, ikut hancur pula diterjang banjir bandang.

Pembangunan kembali masjid baru yang bangunannya lebih permanen, dilaksanakan pada tahun 1936, dipelopori oleh Imam Ambon. Renovasi masjid yang pendanaannya berasal dari swadaya murni masyarakat muslim Pulau Ambon ini, baru dapat dirampungkan pada tahun 1940, menjelang masuknya tentara Jepang ke Indonesia.

Sejak tahun 1940, Masjid Jami Ambon dikelola oleh sebuah yayasan yang baru dibentuk pada tahun itu juga. Di samping untuk shalat Jumat, Id, dan shalat lima waktu, Masjid Jami Ambon ini juga dimakmurkan dengan berbagai kegiatan keagamaan Karena daya tampung masjid belum memadai, sementara jumlah jamaah semakin membludak maka pengurus masjid mengusahakan untuk memperluas bangunan masjid. Namun, kerena masjid ini memiliki sejarah khusus maka pada tahun 1960 Penguasa Perang Daerah Maluku menghibahkan lahan tanah yang letaknya berdekatan dengan masjid yang telah ada ini.

Ikut Terbakar

Menjelang berakhirnya Pemerintahan Kolonial Belanda di Maluku, serdadu Kompeni bersiap menghadapi kedatangan tentara Jepang yang akan menggantikan posisi mereka di Indonesia, dengan cara membuka keran minyak yang berada di sebelah hulu Sungai Wai Batu Gajah sehingga permukaan sungai digenangi oleh minyak yang terbakar.

Akibatnya, masjid itu pun turut terbakar. Namun, umat Islam di Ambon segera membangun kembali masjid yang terbakar itu, untuk menunjukkan pada Belanda ketegaran tekad umat Islam dalam mempertahankan masjid tersebut.

Begitupun halnya dengan tentara sekutu (multinasional). Sebelum menduduki Pulau Ambon, mereka terlebih dulu membombardir kota Ambon sehingga mengakibatkan kota itu hancur. Namun, masjid ini tetap berdiri tegar, walaupun bangunan sekitarnya rusak akibat terkena pecahan bom.

Begitu pula ketika pecah pemberontakan kaum separatis RMS (Republik Maluku Selatan), mereka pernah pula seenaknya memasuki bangunan suci umat Islam itu dan menangkap empat orang yang berada di dalamnya, termasuk seorang khatib masjid.

Masjid yang terletak di dekat sungai dan menghadap ke tepi laut, pernah mengalami kerusakan akibat diterjang ombak danbadai. Sampai kini, Masjid Jami Ambon menjadi salah satu tempat berkunjung wisatawan karena perannya yang bersejarah itu, terutama kaum muslimin yang berkunjung ke kota Ambon, pasti menyempatkan shalat di masjid ini.