Masjid Al Falah Pamboang
Tidak Roboh Diguncang Gempa
Sebuah perahu dari negeri seberang merapat di Pelabuhan Pamboang di tahun 1665 M. Penduduk mendadak heboh. Bukan karena bentuk perahu itu aneh, tetapi gara-gara mereka mengira bahwa awaknya sedang sakit perut. Ketika itu memang mereka terlihat sedang mendekapkan tangan dan sekali-sekali membungkukkan badan. Sehingga, dari kejauhan tampak seperti orang yang sedang merintih kesakitan. Maka, penduduk pun bergegas melaporkan kejadian yang dilihatnya kepada raja.
Singkat cerita, raja lantas menitahkan penduduk agar segera mengusung awak-awak perahu itu ke darat untuk diberi pertolongan. Setiba di darat, dua pimpinan awak itu langsung di bawa ke Istana. Di depan raja, pimpinan awak kapal tersebut menjelaskan, sesungguhnya dirinya bersama kelompoknya tidak sakit perut, melainkan sedang menunaikan shalat berjamaah sebagaimana yang telah diwajibkan bagi pemeluk agama Islam.
Mendapat penjelasan tersebut, raja menjadi maklum. Di saat itu juga raja menyatakan niatnya untuk meninggalkan kepercayaan leluhurnya dan akan beralih memeluk agama Islam. Berita tersebut rupanya cepat tersiar ke pelosok negeri, sehingga berbondong-bondong penduduk menemui kedua pemimpin awak kapal untuk mempelajari agama Islam.
Tetapi, siapa kedua pimpinan awak kapal itu? Mereka tidak lain adalah Syekh Zakaria dan Pangeran Suryo Dilogo. Yang disebut pertama adalah seorang penyebar agama dari tanah Arab, dan yang kedua adalah putra seorang bangsawan Kerajaan Mataram.
Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, Raja Pamboang yang bernama I Sallara Daeng Malari meninggal. Kematian Raja Pamboang tidak menjadi alasan misi yang akan dikembangkan oleh Syekh Zakaria dan Pangeran Suryo Dilogo harus berhenti. Apalagi penduduk Pamboang menyambut baik atas kedatangannya. Karena itu, pertama- tama yang diperbuat untuk menyebarkan agama Islam adalah pada tahun 1665 mendirikan masjid, yang kelak masjid tersebut diberi nama Masjid Jami al-Falah. Dari masjid inilah kedua pemimpin awak kapal itu menyebarluaskan agama Islam.
Masyhur dan Berpengaruh
Pamboang adalah satu di antara empat kecamatan yang terletak di Kabupaten Majene, Sulawesi Selatan. Ia berada di pesisir barat, sekitar 317 km utara Ujung Pandang. Pada awal abad ke-17, negeri itu adalah satu dari tujuh kerajaan yang berada di kawasan Mandar.
Sesungguhnya, Kerajaan Pamboang tidak terbilang besar di antara persemakmuran ketujuh kerajaan, hanya saja ia begitu masyhur dan berpengaruh. Kemasyhurannya ini antara lain karena Pamboang tergolong daerah gersang. Karena itu, orientasi penduduknya tidak ada jalan lain kecuali harus ke laut sehingga mereka terkenal sebagai pelaut-pelaut tangguh.
Oleh sebab itu, Pelabuhan Pamboang semakin terkenal. Lagi pula kondisinya memang teduh terutama pada musim timur, antara April sampai September. Maka, tidak syak lagi jika Pelabuhan Pamboang menjadi tempat persinggahan para pelaut sambil mengisi air tawar bagi perahu-perahu yang berlayar dari selatan, termasuk dari Pulau Jawa.
Namun, apakah hanya karena itu sehingga penyebar agama Islam Syekh Zakaria dan Pangeran Suryo Dilogo tertarik datang di Pamboang? Tentu tidak. Akan tetapi, kemasyhuran Pelabuhan Pamboang ketika itu merupakan perlintasan ekonomi. Oleh sebab itu, Penduduk Pamboang tidak mustahil sudah sejak lama berinteraksi dengan pedagang- pedagang muslim. Ini didasarkan pada penemuan makam orang Islam di Kelurahan Lalampanua, Kecamatan Pamboang, beberapa tahun yang lalu, pada kedalaman sekitar 2 meter di bawah permukaan tanah.
Pada batu nisannya tertulis tahun tarikh Islam yang setara dengan tahun 1381 M. Karena dianggap bernilai sejarah, nisan tersebut dikubur kembali di tempatnya semula menunggu penelitian lebih lanjut.
Syekh Zakaria oleh penduduk Pamboang diberi gelar penghormatan Puang di Sobo atau ‘Yang Dipertuan di Sobo’, karena memang ia lebih banyak menetap di Sobo atau Sombo, masih termasuk dalam wilayah Pamboang juga. Sedangkan, Pangeran Suryo Dilogo lebih dikenal dengan sebutan Yang Dipertuan dari Jawa.
Pada tahun 1957 negeri itu pernah diguncang gempa tektonik, akibatnya bangunan-bangunan porak-poranda. Satu-satunya bangunan tua yang hingga kini masih berdiri adalah masjid peninggalan Syekh Zakaria dan Pangeran Suryo Dilogo, Masjid Jami al-Falah. Namun, masjid ini kini telah berubah dari bentuk aslinya, sebab sudah mengalami dua kali perubahan,