Masjid Raya Imanuddin Tanjung Redeb

Tidak Hancur Dibom

Masjid Raya ImanuddinMasjid Raya Imanuddin atau yang akrab disebut Masjid Besae oleh masyarakat Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, adalah sebuah masjid tua yang diperkirakan berumur 200 tahun. Ini berdasarkan keterangan yang diberikan Putri Nural, salah seorang ahli waris Sultan Muhammad Khalifatullah Jalaluddin (1921-1950) yang merupakan sultan terakhir Kesultanan Gunung Tabur di Tanjung Redeb.

Memarut Putri Nural, masjid ini dibangun bersamaan dengan dibangunnya istana kesultanan pada zaman pemerintahan Sultan Aji F angeran Raja Muda Si Barakkat di abad ke-18. Oleh karenanya, tidak rrer.sherankan jika masyarakat Kalimantan Timur, khususnya kaum muslimin Tanjimg Redeb, lebih mengenalnya sebagai Masjid Besar VarJtanan Gunung Tabur.

Sebagaimana Kerajaan Islam di Nusantara, Kesultanan Gunung Tabur pun tidak melepaskan cirinya sebagai kerajaan Islam. Dan, Masjid raya Imanuddin yang berada dalam kompleks Kesultanan Gunung Tabur ini adalah bukti konkret mesranya hubungan agama dengan kekuasaan. Atau, dengan kata lain, kehadiran Masjid Raya Imanuddin yang berdampingan dengan istana kesultanan, semakin menegaskan asumsi bahwa dalam Islam tidak ada pemisahan antara politik dan agama.

Kembali kepada keberadaan masjid maka sesuai dengan asumsi tersebut tadi maka Masjid Raya Imanuddin pun tidak membatasi peranannya pada kegiatan ubudiyah semata. Pada zaman penjajahan, baik Belanda maupun Jepang, sama mencurigai aktivitas yang dilakukan di masjid ini telah digunakan para ulama untuk mengobarkan semangat anti penjajahan kepada kaum muslimin pada waktu itu.

Atas dasar kecurigaan itu maka sewaktu berkecamuk Perang Dunia H, angkatan udara Jepang membombardir kompleks Kesultanan Gunung Tabur. Tidak terkecuali masjid besar ini pun menjadi sasaran empuk pemboman “saudara tua” itu.

Akibat pemboman itu, istana kesultanan mengalami kerusakan berai. Tapi aneh bin ajaib, masjid yang sesungguhnya menjadi sasaran utama mereka, justru hanya mengalami kerusakan yang tidak berarti. Padahal, menurut orang-orang tua yang menjadi saksi peristiwa itu, menyatakan bahwa bom tepat jatuh di atas kubah masjid. Wallahu alam bish-shawab.

Masjid yang mempunyai daya tampung 600 jamaah ini awalnya dibangun dengan menggunakan bahan kayu seratus persen, dari mulai dinding, atap, dan tiangnya. Tetapi, karena perkembangan usia, dinding¬nya diganti dengan tembok dan atapnya diganti dengan atap seng. Sedangkan, sokoguru (tiang utama) dan tiang-tiang penunjang lainnya sampai hari ini belum pernah ada yang diganti, masih tetap dalam keadaan baik karena terbuat dari kayu ulin atau kayu besi.

Meskipun dari generasi arsitektural tidak ada yang terlalu istimewa, tetapi dari aspek peran dan kesejarahannya, Masjid Raya Imanuddin ini terbukti telah memberikan sumbangsih yang tidak kecil dalam upaya mengobarkan semangat kemerdekaan kepada umat Islam di Kalimantan Timur, khususnya di Tanjung Redeb.