Masjid Ar Raisiyah

Pernah Dibakar Raja Hindu

masjid bengak sekarbelaDesa Sekarbela, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, tahun 1400 M. Di tahun-tahun itu kerajaan yang berkuasa adalah Kerajaan Hindu, yang merupakan cabang dari kerajaan Karang Agung Bali, dengan rajanya bernama Anak Agung. Pada masa pertengahan kekuasaan Anak Agung datang seorang penyebar agama Islam, seorang waliyullah ke Sekarbela.

Siapa nama penyebar Islam itu, masyarakat Sekarbela belum juga mengenal namanya secara jelas. Tetapi, mereka hanya menyebut dengan panggilan Tuan Guru Sekarbela, daripada mengenal nama aslinya. Sebagai sebuah masyarakat yang dikuasai Kerajaan Hindu, Tuan Guru seringkali tertarik untuk terus menyebarkan agama Islam. Apalagi saat itu Tuan Guru menyadari betul bahwa di sana mulai berkembang penganut Islam.

Dengan penuh keyakinan, Tuan Guru mulai mendatangi beberapa penduduk pinggiran dan ternyata mendapat sambutan baik. Karena kearifan dan takzimnya, ia pun disenangi pengikut-pengikutnya. Karena itu, jamaahnya bukan saja terdapat di Sekarbela, namun juga terdapat di tetangga desa yang tidak jauh dari Sekarbela. Seperti Sesela, Pagutan, dan beberapa tempat di wilayah Lombok.

Melihat kian hari terasa makin bertambah saja pemeluk agama Islam, Tuan Guru terpanggil hatinya untuk mendirikan sebuah masjid kecil yang atapnya terbuat dari alang-alang dengan empat buah tiang. Letak masjid tidak di desa Sekarbela, tetapi di desa Pagutan.

Difitnah

Ketika para pemeluk Islam merasakan betapa senangnya memiliki sebuah masjid, mereka pun berniat untuk membuat acara syukuran. Mereka bersepakat untuk mengundang Tuan Guru, sebagai orang yang memiliki gagasan mendirikan masjid. Untuk memastikan apakah Tuan Guru mau hadir dalam acara tersebut maka diutuslah seseorang untuk menjemputnya.

Ketika si penjemput masih di tengah jalan, ia melihat Tuan Guru berada di tengah-tengah kelompok orang yang sedang mengadakan Gocekan (sabung ayam). Melihat kejadian yang amat aneh ini, si pen¬jemput langsung kembali ke Pagutan. Tetapi, yang dilaporkan kemudian memang agak lain sehingga timbul intrik dan fitnah tentang Tuan Guru.

Karena banyaknya keanehan yang didengar oleh Raja Anak Agung,
dia sangat khawatir bahkan takut untuk bersaing. Maka, raja mengutus kaki tangannya untuk membunuh Tuan Guru Sekarbela. Atas petunjuk seseorang yang tidak simpati, Tuan Guru dapat ditangkap dan dibawa ke suatu tempat bernama Padadang Reak, Kuranji. Di sinilah Tuan Guru akhirnya dibunuh oleh kaki tangan Raja Anak Agung.

Dengan terbunuhnya Tuan Guru, para pengikutnya menuntut pertanggungjawaban dari Anak Agung, yang akhirnya mendapat per¬lawanan dari pihak tentara Kerajaan Anak Agung, yang mengakibatkan dibakarnya masjid tersebut. Dan, meletuslah perselisihan dan peperangan yang banyak memakan korban. Peperangan itu dikenal dengan sebutan Perang Congah.

Melihat masjid satu-satunya sudah dibumihanguskan oleh prajurit Anak Agung, seorang tokoh masyarakat yang amat disegani, Tuan Guru H. Mohammad Toha, terketuk hatinya untuk membangun kembali masjid yang dibakar tersebut.

Akan tetapi, jumlah pemeluk agama Islam setiap tahunnya ber¬tambah maka bangunan masjid tidak mampu lagi menampung jamaah. Melihat kenyatan tersebut maka Tuan Guru H. Mohammad Rais— pelanjut kepemimpinan H. Mohammad Toha-mengusulkan untuk memperluas bangunan masjid.

Sebagai tokoh masyarakat dan tokoh Islam, apalagi ilmunya tinggi, dia sangat disegani masyarakat Lombok. Atas gagasan H. Mohammad Rais—yang lahir tahun 1867—masjid tersebut berhasil direnovasi. Sepeninggal H. Mohammad Rais, kepengurusan masjid dipegang oleh masyarakat, yaitu penghulu Haji Idhar.

Melihat jasa Tuan Guru Mohammad Rais untuk melestarikan namanya, masyarakat mengubah nama masjid itu menjadi Masjid ar- Raisiyah, yang diambil dari induk kata Rais.