Masjid Kampung Bugis Denpasar
Didirikan oleh Pengembara Bugis
Sebetulnya masjid ini bernama Masjid Assyuhada, tetapi karena berlokasi di Kampung Bugis, Pulau Serangan, Denpasar, Bali, maka masyarakat lebih mengenalnya sebagai Masjid Kampung Bugis. Diperkirakan masjid ini masjid tertua kedua setelah masjid tertua pertama yang berada di daerah Gelgel, Gianyar. Menurut sejarah, masjid yang tertua di Pulau Bali dibangun pada masa kejayaan Majapahit.
Untuk mencapai Pulau Serangan, Anda harus menggunakan perahu bila berangkat dari Suhung dan menyusuri hutan bakau, lalu menyeberangi laut yang dapat ditempuh dalam waktu 15 menit. Dan, seperti halnya pulau-pulau lain di Bali, lingkungan Pulau Serangan ini pun diwarnai suasana penuh sesajen, bunga-bunga, dan bangunan khas Bali.
Begitu Anda menginjakkan kaki maka akan terlihat di depan mata sebuah rumah bercorak Bali dan di depannya terdapat pura kecil tempat bunga-bunga dan sesajen.
Masjid Assyuhada menempati lokasi agak pinggir ke selatan dari bentangan pulau yang luasnya kira-kira sebesar Pulau Putri di Kepulauan Seribu, Jakarta. Di sebelah selatan Pulau Serangan ini dihuni oleh masyarakat yang dikenal dengan sebutan Masyarakat atau Kampung Bugis.
Kala itu di Pulau Bali terdapat beberapa kerajaan, di antaranya Kerajaan Badung dan Kerajaan Mangui yang tengah berseteru dan bertempur. Bersamaan dengan itu datang seorang pengembara yang konon berasal dari Bugis dan terdampar di Pulau Serangan yang masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Badung.
Kemudian, raja mengetahui bahwa si pengembara tersebut ter¬nyata seorang yang memiliki keajaiban dan kesaktian. Maka, sang raja memerintahkan untuk menangkap si pengembara dengan tujuan untuk meminta bantuan melawan Kerajaan Mangui.
Singkat cerita, akhirnya atas bantuan si pengembara tadi, Kerajaan Badung pun mendapat kemenangan. Atas jasanya itu, raja pun menghadiahkan kepadanya Pulau Serangan, tempat di mana dahulu ia terdampar.
Maka, si pengembara sakti itu pun akhirnya menetap di pulau itu, lalu mendirikan masjid kecil yang dibuatnya dengan menggunakan bahan yang sederhana tetapi cukup bagus. Atapnya terbuat dari ijuk, dindingnya sudah menggunakan batu bata, sedangkan lantainya menggunakan marmer berukuran satu meter persegi yang sekarang terlihat antik dan langka.
Tempat mimbar terbuat dari kayu yang berukir, ukurannya tidak
terlalubesar, namun rasanya tidak akan sanggup diangkat oleh 10 orang laki-laki dewasa. Pagar besinya pun masih asli yang dulu, dan sekarang mulai tampak keropos dimakan zaman.
Renovasi pernah dilakukan, yaitu mengganti atapnya dengan genting dan pada puncaknya diberi kubah. Langit-langitnya pun dipasang plafon dari eternit. Di samping kiri masjid ditambah bangunan baru untuk tempat berwudhu, kamar mandi, dan WC. Selain itu, seluruh bangunannya masih asli.
Pernah ada mahasiswa dari Bali dan Jawa yang mengadakan penelitian tentang sejarah Masjid Kampung Bugis ini, namun tidak ditemukan catatan tertulis atau prasasti yang dapat dijadikan petunjuk. Diperkirakan Masjid Kampung Bugis ini berumur 200 tahun, berdasarkan cerita Puak Ali (80 tahun), seorang nelayan yang merupakan generasi kelima dari orang Bugis pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Serangan,