Masjid Baitul Qadim Loloan Timur
Mempunyai Prasasti Ajaib
Sesuai namanya yang berarti ‘rumah tua’, Masjid Baitul Qadim memang dimaksudkan untuk mengingatkan umat Islam, khususnya yang tinggal di Kabupaten Jembrana, Bali, bahwa ia sebagai masjid tertua di Pulau Bali yang dibangun oleh para dai dan mubalig yang datang untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Dewata ini.
Masjid ini letaknya di Desa Loloan Timur, Negara, Bali, kira-kira tujuh kilo meter dari Laut Jawa. Dibangun oleh mubalig Bugis-Makasar yang berasal dari Sulawesi Selatan di atas tanah seluas 800 meter persegi.
Sedangkan, banguan masjidnya berukuran 400 meter persegi.
Dalam perkembangan selanjutnya, berdatangan pula di Kabupaten Jembrana ini beberapa mubalig dari Trengganu, Malaysia. Setelah itu, berdatangan pula beberapa orang mubalig dari Hadhramaut, Arab Saudi. Tidak heran jika para pendatang atau muhajirin ini meninggalkan warisan budaya dan adat istiadat yang sampai kini dapat kita saksikan. Tetapi, di antara pendatang itu yang paling dominan adalah orang Bugis- Makasar. Ini dapat kita amati pada bentuk rumah-rumah panggung dan tradisi masyarakatnya, seperti upacara perkawinan, khitanan, dan lain- lain. Sedangkan, warisan bahasa yang paling dominan adalah bahasa Melayu Malaysia yang sampai saat ini masih merupakan bahasa pengantar kaum muslimin di Pulau Bali yang sama sekali tidak terpengaruh oleh bahasa Bali.
Sejak dibangun sampai hari ini belum pernah dilakukan perubahan mendasar dari fisik bangunan Masjid Baitul Qadim ini. Maksudnya, bentuk fondasinya belum pernah ada perubahan, sedangkan menara masjid yang dahulu pernah ada, sudah roboh akibat gempa bumi tahun 1976.
Nilai Sejarah
Bagi orang Malaysia, terutama para petingginya, Masjid Baitul Qadim ini mempunyai nilai sejarah yang strategis. Secara politis, ini menguatkan kesimpulan bahwa hubungan lintas budaya dan sektor antara dua bangsa serumpun ini (Indonesia-Malaysia) memang telah terjalin sejak lama. Sedangkan, bagi mahasiswa dan sejarawan Malaysia, masjid ini pun tidak luput menjadi obyek penelitian dan kajian studi. Sebagai bukti peninggalan sejarah adalah ditemukannya sebuah prasasti berbentuk empat persegi panjang berisi tulisan dengan huruf Arab- Melayu yang menjelaskan tentang wakaf kitab suci Al-Qur’an dan sebidang tanah oleh seorang bangsawan Melayu yang bernama Dato’ Yakob, yang berasal dari Trengganu. Dari penjelasan prasasti itu dapat dipastikan bahwa prasasti itu ditulis Dato’ Yakob sendiri. Sampai hari ini, peninggalan bangsawan Melayu itu masih tersimpan baik di masjid ini.
Beberapa tahun yang lalu, rombongan pejabat tinggi Malaysia pernah berkunjung ke Masjid Baitul Qadim ini. Di antara mereka adalah Ketua Kebudayaan Islam Trengganu, Ustadz Haji Dato’ Mohammad Saleh bin Haji Awang dan Menteri Agama Malaysia, serta beberapa orang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian.
Aneh Tapi Nyata
Konon, menurut cerita orang-orang tua di sekitar Masjid Baitul Qadim yang pernah mengalami penjajahan Jepang, pada suatu hari ketika tentara Jepang sedang melakukan patroli udara dan melintas tepat di atas masjid ini pada malam hari, alangkah terkejutnya mereka tatkala melihat ada seberkas cahaya yang memancar dari atas pintu tengah masjid. Mereka curiga dan khawatir, jangan-jangan itu mortir yang diarahkan ke pesawat terbang mereka. Karena itu, mereka segera turun dan memeriksa keadaan yang dianggap mencurigakan tadi. Mereka tidak menemukan sepucuk senjata pun kecuali sebuah prasasti bertuliskan huruf Arab-Melayu tadi. Mereka tidak percaya, mengapa benda itu dapat memancarkan cahaya, padahal sudah terhalang oleh pintu dan dinding masjid. Ketika dilakukan penelitian ulang dengan pesawat udara maka tidak disangsikan lagi bahwa cahaya itu bersumber dari prasasti tadi.
Di samping peristiwa aneh di zaman Jepang, masih ada lagi keanehan yang terjadi pada prasasti Dato’ Yakob tersebut. Kisahnya demikian, ketika terjadi gempa bumi dahsyat pada tahun 1976, beberapa bagian masjid mengalami rusak berat. Bahkan, menara masjid roboh. Prasasti dan Al-Qur’an wakaf Dato’ Yakob itu pun tidak luput dari sasaran gempa. Keduanya tertimbun puing-puing. Tetapi anehnya, ketika dilakukan pembersihan, ternyata prasasti dan Al-Qur’an tadi tidak rusak sama sekali, meskipun tertimpa dan tertimbun oleh tembok beton yang beratnya ratusan kilogram,