Masjid Jami Al Muttaqin
Cikal Bakal Lahirnya Islam di Kota Santri
Tidak ada manuskrip autentik yang dapat menjelaskan tahun berdirinya Masjid Jami al-Muttaqin Kaliwungu ini. Tetapi, dari silsilah alur waris masjid ini, diyakini oleh masyarakat bahwa masjid ini didirikan pada abad XVII M.
Pendapat ini didasarkan pada angka tahun yang tertera pada makam Kiai Guru Asari, pendiri masjid ini. Memang, tidak jauh dari lokasi masjid, dapat kita temukan kompleks makam Kiai Guru Asari dan para keluarga serta keturunannya yang sampai saat ini masih dikeramatkan dan diziarahi oleh masyarakat Kendal dan kota-kota lain di Tanah Air ini.
Guru Kiai Asari adalah putra Kiai Ismail dari Yogyakarta. Kalau kita teliti dari buku silsilah yang kini masih disimpan oleh para pewarisnya, Kiai Guru Asari termasuk keturunan Maulana Malik Ibrahim.
Masjid yang berlokasi di pertigaan jalur utama Jakarta-Semarang dan jalan masuk perkampungan yang sangat strategis ini telah mengalami beberapa kali perbaikan dan penggantian.
Menurut Kiai Farchan, pewaris kedelapan Kiai Guru Asari, bentuk asli masjid ini sebenarnya sudah mengalami perubahan beberapakali. Hanya saja, pada perbaikan tempo dulu tidak pemah tercatat secara tertib.
Yang dapat diketahui secara pasti hanya empat kali dengan yang terakhir ini. Antara lain, perbaikan yang dilakukan oleh Kiai Muhammad pada awal abad XX, yaitu penggantian atap masjid yang semula terbuat dari daun alang-alang, kemudian digantikan dengan seng.
Kemudian Kiai Abdullah, putra Kiai Muhammad juga telah melakukan penggantian atap seng dengan genteng. Setelah itu, pada tahun 1922, Kiai Abdul Rosyid mengembangkan bangunan masjid dan serambi. Kiai Hisyam Naib pada tahun 1955 kembali menyempurnakan dan meluaskan bangunan karena tidak mencukupi kebutuhan akan jamaah yang membludak.
Kedatangan Kiai Guru Asari dan keberadaan Masjid Jami yang pada mulanya hanya sebuah surau atau langgar itu rupanya membawa perubahan besar bagi masyarakat Kaliwungu dan sekitarnya. Terbukti sekarang, setelah beberapa ratus tahun sepeninggal Kiai Guru Asari, Kaliwungu benar-benar menjadi daerah pesantren yang marak dan terkenal dengan julukan “Kota Santri”.
Kalau Anda melewati gang-gang di daerah ini, Anda akan me¬nyaksikan puluhan pondok pesantren berdiri bak jamur di musim hujan, baik itu pondok pesantren putri maupun khusus putra dan juga pondok pesantren umum yang megah dengan ratusan santri yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara.
Yang paling menarik dari masjid bersejarah ini adalah kegiatan Upacara Syawalan yang diadakan setiap tanggal 7 sampai tanggal 14 Syawal setiap tahunnya. Upacara Syawalan ini sebenarnya adalah upacara haul wafatnya Kiai Guru Asari. Tetapi, pada saat sekarang ini kegiatan Upacara Syawalan ini lebih menonjol sebagai kegiatan pasar malam satu minggu. Bahkan kadang-kadang sampai setengah bulan di alun-alun depan masjid.
Masyarakat muslim di Jawa Tengah, terutama para orang tua merasa belum sempurna kalau tidak mengunjungi Upacara Syawalan ini, walaupun hanya sehari. Syawalan yang diadakan setiap tahun pada tanggal 17 Syawal itu sebenarnya adalah Upacara Haul wafatnya Kiai Guru Asari. Jadi, para pengunjung itu melakukan ziarah ke makamnya sebagai orang yang telah berjuang menyebarkah agama Islam di daerah Kaliwungu.